Selasa, 03 Maret 2015

Kepada Kamu yang Berjarak Ratusan Kilometer

Via Tumblr
442 kilometer. Sejauh itu aku merindu kepadamu. Sepanjang itu aku tanpamu. Entah aku ini bodoh atau apa yang tetap merindukan seseorang sejauh itu. Aku hanya tau bagaimana menyimpan rasa rindu ini hingga kau hadir dihadapanku.

Jarak memang kejam. Mengapa ia mempertemukan kami yang pada akhirnya ia pula yang memisahkan kami? Mengapa ia tak mempertemukanku dengan seseorang yang tidak akan pernah berjarak denganku? Mungkin jarak memilihku karena ia percaya bahwa aku salah satu dari miliaran orang yang dapat menjadi pengikut setianya.

"Memangnya kamu percaya bahwa apapun yang ia lakukan disana tidaklah melibatkan orang ketiga?" Jika yang kalian maksud orang ketiga adalah "pengganggu" maka aku akan bersyukur karena di tengah jarak yang menakutkan ini Tuhan menunjukkan ia yang pantas atau tidak pantas untukku.

Lepas dari itu semua justru rasa saling percaya adalah kuncinya. Ibaratkan hati kami adalah gembok maka rasa percaya adalah kunci yang dapat mengaitkannya.

Via Tumblr
Aku benci saat harus mengucapkan "Hati-hati di jalan, jaga diri baik-baik disana. Jaga hati kamu juga." Aku benci saat harus mengantarmu ke stasiun dan melihatmu perlahan pergi. Aku benci saat menunggu tanggal berapa bulan apa kita dapat bertemu lagi.

Terkadang aku bosan menjadi orang yang sabar menunggu kamu. Tetapi ketika teringat apa yang sudah kita lalui, teringat kamu yang justru jauh lebih sabar aku mencoba berpikir jernih kembali.

Lima bulan enam bulan aku tanpamu. Pertemuan kita tak pernah lebih dari satu bulan. Pantaskah kalian sebut aku orang paling sabar di dunia ini? Mungkin belum. Masih banyak kesabaran yang harus aku lalui hingga pada saatnya aku dan kamu tidak terpisah jarak.

Pernahkah kalian menghargai sedikit saja waktu kalian ketika merindukan seseorang?
Aku? Aku sendiri terkejut ketika mengetahui waktu untuk menunggunya sangatlah berharga. Waktu yang aku lalui sendiri terkadang aku gunakan untuk mengingat sekecil apapun kenanganku dengannya, atau aku gunakan untuk merencanakan apa yang akan kami lakukan jika kami bertemu kelak.

"Kita butuh jarak untuk bisa melihat." - Dara Prayoga
Bisakah kalian melihat suatu objek tanpa ada jarak dari mata kalian? Tentu saja tidak.
Oleh karena itu jarak ada agar kita dapat melihat siapa pasangan kita, akankah ia benar-benar mencintai kita? Jarak akan membuktikannya.

"Menang atau kalahnya suatu hubungan, dapat dilihat dari apakah bisa meruntuhkan ego masing-masing." - Dara Prayoga
Terpisah oleh jarak masihkah kalian mendewakan ego?
Sejak berjarak dengannya, aku sadar ada dua ego yang harus disatukan tapi itu bukanlah hal yang mudah. Apalagi aku yang lebih muda darinya terkadang masih bersifat kekanakan, masih mementingkan ego sendiri.
Perlahan kamu mengajarkanku untuk tidak mendewakan ego. Karena mencintai itu perlu saling agar tidak berat sebelah.

Jarak membuatku dapat membedakan mana laki-laki yang sekadar bicara dan mana laki-laki yang perbuatannya nyata. Iya keduanya memang sama-sama manis di kata-kata, tapi setidaknya mereka yang berjarak itu sedang memperjuangkan masa depannya..

Via Google


"Aku berhenti mencari cinta ketika aku tau itu adalah kamu." - Anonim
Jika kamu tak menemukan namamu di setiap tutur kataku coba diteliti lagi, karena namamu bukan hanya kata yang dapat sembarangan orang mengucapkannya biasanya namamu aku selipkan dalam doa-doaku karena tidak ada yang lebih mujarab dari untaian doa untuk orang terkasih.

Jumat, 27 Juni 2014

WASTAFEL, do you remember?

Bukber WASTAFEL

Maklum ini jaman jahiliyah alay

You think?

So sweet

Tanda tangan calon orang-orang sukses

*miss*
Alhamdulillah ya sesuatu
Boyband WASTAFEL
Batik bikinan sendiri nih
Selfie everywhere
Selfie sama ustadzah WASTAFEL
Duo keong racun *isi sendiri*

Pukpuk bima

KAMU, MOTIVASI BUKAN AMBISI



    Satu tahun yang lalu saat aku berpikir tentang masa depan, sejenak terpikir untuk mengikuti jejak seseorang. Sesaat ada hasrat ingin bersamanya disana, karena aku tidak ingin kehilangan dia lagi. Ya, rasanya naif saat berbicara tentang masa depan tetapi kamu lebih mementingkan nafsu. Perlahan namun pasti aku meyakinkan diriku sendiri untuk mengambil keputusan itu. Mimpiku dipenuhi angan untuk segera bersama dia disana. Alangkah indahnya bila hariku hanya dipenuhi olehnya, alangkah senangnya bila aku dapat bertemu dia kembali. Mulai hari itu aku mendeklarasikan diriku untuk mengikuti jejaknya. Tanpa berpikir panjang memang, tanpa berkonsultasi kepada kedua orangtua. Tapi pikirku, jika ini keputusanku pastilah kedua orangtuaku merestui pilihanku ini.


    Ternyata tidak. Saat aku membicarakan masa depanku dengan kedua orangtuaku, mereka tidak merestui mimpiku. Aku jatuh. Impianku menguap. Diam-diam aku menangisi sikap kedua orangtuaku. Ternyata alasannya adalah jarak. Disana aku tidak ada saudara, kedua orangtuaku khawatir jika terjadi apa-apa. Sejak saat itu aku mulai menyusun kembali impianku yang sempat menguap. Aku meneguhkan hati untuk menerima segala keputusan. Bagaimanapun restu orangtua adalah yang paling utama, dan ketika impianmu tidak direstui kamu bisa apa?





    Aku mulai berpikir, dulu disaat keinginanku menggebu sejatinya apa yang aku inginkan? Menjemput masa depan dengan adanya dia disampingku atau hanya karena nafsu sesaat yang muncul karena aku ingin memilikinya. Nampaknya jawaban itu sudah jelas. Dulu tanpa berpikir panjang aku memutuskan sesuatu, hanya menuruti nafsu tanpa memikirkan tujuan. Sekarang saat kenyataan berbicara, aku mungkin kecewa tapi aku bersyukur karena aku belum terlampau jauh melangkah.


    Aku mencintai dia yang disana. Dulu aku berbuat kesalahan yang membuat dia pergi jauh. Sekarang saat kesempatan memperbaiki itu ada garis Tuhan lah yang berbicara. Sekarang aku mengerti definisi ‘mencintai’ yang lain. Mencintai artinya merelakan. Bukan, bukan pasrah. Ini lebih kepada disaat dua orang insan yang saling ‘mencintai’ tetapi sudah tidak bisa disatukan karena suatu hal. Oleh karena hal itu salah satu diantara mereka harus ada yang merelakan, hanya kata-kata ini patokan mereka : “Kalau jodoh nggak kemana kok.” “Kalau jodoh pasti bertemu.” Simple sih tapi aku sangat percaya akan hal itu.
 
    Aku banyak belajar akan kisah ini. Mungkin sekarang Tuhan sedang menggariskan bahwa aku dan dia harus menempuh jalan masing-masing. Mungkin Tuhan ingin aku belajar mengikhlaskan. Mungkin kami harus seperti ini dulu sampai saatnya kami dapat bersama. Atau mungkin saja Tuhan ingin menyampaikan bahwa kami tidak berjodoh sedari awal.


    Sampai detik ini aku bersyukur pernah ada dia di perjalanan hidupku. Terimakasih telah mengajarkanku artinya mengikhlaskan. Terimakasih telah menjadi sosok motivator bagiku. Semoga aku bisa sukses sepertimu menjalani masa depan, walaupun aku tahu tidak ada kamu disampingku.